Monday, May 4, 2020

Lomba Blog WBCD2020_ Work From Home : Antara Confucius dan Cicero?_LT_Mw


Work From Home : Antara Confucius dan Cicero?


Seperti judul beberapa buku lain yang sangat baik, yaitu “Antara kabut dan tanah basa” ataupun “Antara cinta dan kegilaan” begitu pula judul tulisan ini terinspirasi dari buku buku tersebut yang mengisahkan cerita inspiratif dan permenungan sebagai manusia. Tulisan ini pun diharapkan menjadi permenungan bagi pegawai Bank Indonesia untuk menjadi inovatif dan produktif di tengah pandemik Covid-19.
Tantangan terbesar dalam work from home bukan semata-mata pekerjaan itu sendiri melainkan diri sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa home merupakan istana di mana kita berkuasa, tidak ada pimpinan ataupun rekan kerja. Work from home adalah waktu dan alasan yang tepat untuk mencuri waktu agar dapat bermalas-malasan ataupun tidak menyelesaikan pekerjaan. 

Menjadi disiplin!
Kedisiplan adalah kunci dalam menjalankan sistem work from home. Seperti halnya NNS (nilai-nilai strategis Bank Indonesia), pegawai tetaplah pegawai meskipun bekerja dari rumah. Trust and integrity menjadi salah satu NNS Bank Indonesia yang sangat melekat pada pegawai pada kondisi seperti ini. Dalam arti arafiah, trust and integrity diartikan kejujuran dan integritas. Kejujuran dan integritas dimaksud adalah pegawai tetap mampu memiliki integritas dalam bekerja yang terlihat dari kedisiplinan bekerja meskipun berstatus work from home. Kedisiplinan bekerja dimulai dengan kejujuran terhadap waktu dan pekerjaan.

Change Mindset!
Beranjak dari kejujuran dan integritas yang ditawarkan oleh NNS Bank Indonesia, kita harus mampu mengubah cara pandang mengenai apa itu rumah. Rumah seringkali digambarkan sebagai suatu zona nyaman. Jane Austen mengatakan “There is nothing like staying at home for real comfort”  (tidak ada yang seperti tinggal di rumah untuk kenyamanan sesungguhnya). Kenyamanan rumah menjadi sesuatu bumerang bagi seseorang untuk keluar dan menjadi produktif dan inovatif.

Kita dapat mulai dengan mengubah cara pandang dengan menempatkan rumah menjadi suatu hal yang penting dan strategis dalam kehidupan. Confucius mengatakan,“The strength of a nation derives from the integrity of the home(Kekuatan suatu bangsa berasal dari integritas rumah). Rumah dapat menjadi kekuatan bangsa bila ada integritas, begitu pula dalam work from home, integritas pegawai perlu dijaga dengan disiplin waktu dan disiplin kerja untuk tetap menghasilkan output pekerjaan yang sama baiknya saat pegawai tersebut bekerja dari kantor. Menjadi semakin rasional bagi

Cara pandang lain ditawarkan oleh Marcus Tullius Cicero, filsuf romawi, yang mengatakan A home without books is a body without soul (Rumah tanpa buku seperti tubuh tanpa jiwa). Cicero menawarkan sudut pandang bahwa rumah adalah tempat penting untuk mengembangkan diri melalui membaca buku. Kenyamanan rumah dipandang Cicero sebagai tempat yang tepat untuk membaca dan memperkaya diri bahkan menemukan ide yang luar biasa untuk dilakukan atau diciptakan. Tentunya di era digital saat ini, menemukan dan membaca informasi, artikel dan buku dapat dengan mudah melalui internet. Mungkin bila Cicero hidup di era digital, dia akan mengatakan “Rumah tanpa Wifi seperti sup kurang garam”.

Dalam rangka merayakan hari buku dan hak cipta sedunia, tentunya pandangan Confucius dan Cicero telah menginspirasi pentingnya rumah dalam membentuk kekuatan bangsa serta mendukung minat baca untuk menjadi pribadi yang produktif dan inovatif. Pandangan tersebut dibungkus dengan semangat NNSTrust and integrity Bank Indonesia akan mendorong tanggungjawab pegawai untuk menghasilkan pekerjaan yang maksimal dalam kondisi yang tidak maksimal seperti kondisi pandemik ini. 

Manokwari isn’t My Homebase, but BI is My Home
Menjadi pegawai BI diwajibkan bersedia ditempatkan di mana saja, begitu pula dengan saya, sejak diterima di Bank Indonesia melalui jalur PCS tahun 2017 langsung menjalani masa On Job Training (OJT) di Manokwari, Papua Barat. Terjadilah perantauan saya dari Kota Bandung (lokasi rekrutmen) menuju Manokwari (lokasi penempatan) dan tinggal di sebuah kamar kosan dan terus bertahan survive hingga saat ini. 2 tahun berjalan bekerjan di BI Papua Barat dihabiskan dengan kerja, kerja dan kerja. Kamar kosan hanya sekedar untuk meletakkan badan untuk beristirahat, sementara kantor dijadikan layaknya ‘rumah’ dengan porsi pekerjaan yang cukup banyak. Bahkan dalam kondisi pandemik, yang menuntut work from home secara bergilir terjadwal, tidak terlalu mempengaruhi output pekerjaan.

Dengan jabatan pengawas pengamanan yang memiliki tanggungjawab piket 1x12 jam (shift pagi dan shift malam), membuat keuntungan bagi saya untuk tetap bekerja masuk ke kantor lebih sering dibandingkan pegawai dengan jabatan lain. Terutama pada shift malam (19.40 s.d 07.40) saya tetap produktif bekerja tanpa terpapar risiko kontak sosial karena pada jam tersebut kantor sudah sepi. Pekerjaan shift malam diisi dengan membuat memorandum kegiatan dan pekerjaan, pengawasan kepada pihak BUJP (Badan Usaha Jasa Keuangan), kelogistikan, membaca berita online, menginput pembayaran melalui aplikasi ERP-HRIS, menulis artikel untuk beberapa lomba dan beberapa penugasan lain. Mungkin ini ide dan inovasi gila yang bisa diterapkan lebih luas untuk pegawai lain di berbagai jabatan yang memungkinkan di Bank Indonesia.

Satu hal yang perlu ditanamkan dalam cara kita berpikir bahwa “BI is our home” sehingga seperti yang dikatakan Confucius, “Kekuatan suatu bangsa berasal dari integritas rumah”. Dengan kita menjaga integritas rumah kita (Bank Indonesia) akan membuat kekuatan hebat untuk lembaga ini dan negara Indonesia dalam melalui fase sulit ini. Merujuk ke Cicero, “Rumah tanpa buku seperti tubuh tanpa jiwa” dan kita dapat lihat apa yang BI berikan untuk pegawai dalam hal fasilitas tentu tidak perlu diragukan lagi. Saatnya kita yang memberikan jiwa untuk lembaga tercinta ini dengan semangat dan integritas kita sehingga akhirnya kita dapat mengatakan bahwa “Indonesia tanpa Bank Indonesia seperti Angsa yang kehilangan pasangannya”.





Oleh:
Lashown Toga
KPwBI Provinsi Papua Barat

#perpustakaanbankindonesia #worldbookday #shareamillionstories #digitallearning

Sunday, January 6, 2019

ASEAN dalam Genggaman Traveloka

oleh Lashown Toga


Traveloka sebagai perusahaan yang menyediakan layanan pemesanan tiket pesawat dan hotel secara daring dengan fokus perjalanan domestik di Indonesia. Aplikasi traveloka sangat popular di kalangan traveler. Dengan iklan-iklan promosi yang mengisi berbagai media cetak, televisi serta jejaring internet, traveloka menjadi aplikasi nomor satu pengguna terbanyak di Indonesia mengalahkan penyedia jasa travel lainnya. Penyediaan jasa yang cukup lengkap dalam perjalanan seperti jasa transportasi, hotel serta jasa tambahan lain nya menjadi daya tarik traveloka untuk digunakan.
Hingga bulan Mei 2018, pengguna aplikasi Traveloka sudah mencapai 40 juta pengguna,  di mana traveloka menargetkan 60 juta pengguna di tahun 2019. Hal itu tampak realistis bila melihat langkah-langkah yang dilakukan traveloka tahun ini. Pertama, kerjasama dengan perusahaan transportasi Blue Bird, untuk menyediakan layanan Transportasi Bandara yang sudah diluncurkan. Layanan tersebut tersedia di 10 kota di Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Bali, Solo, Semarang, Jogjakarta, Lombok, Medan, dan Manado. Senior Vice President Business Development Traveloka, Caesar Indra, mengutarakan bahwa “Kita (traveloka) ingin fokus di end to end travel journey customer, dan layananan ini dirasa penting untuk customer”. Layanan ini memudahkan customer dalam untuk mencari moda transportasi dari Bandara. Kemudahan ini tentu akan memberikan kenyamanan customer dalam penggunaan aplikasi traveloka.
Kedua, ekspansi traveloka di regional ASEAN.  Traveloka baru-baru ini berhasil mengakuisisi anak perusahaan dari perusahaan Jepang, Recruit Holdings. Tidak tanggung-tanggung, 3 anak perusahaan dari  Recruit Holdings yang diakusisi sebesar 66,8 juta dollar AS Antara lain : Pegipegi Indonesia, MyTour Vietnam, dan Travelbook Filipina. Alasan utama penjualan 3 anak perusahaan tersebut oleh Recruit Holdings dikarenakan ketidakmampuan bersaing dalam pasar online traveling agent (OTA) di kawasan tersebut. Ekspansi ini traveloka ini diprediksi tidak berhenti, adanya rencana traveloka menyiapkan dana 400 juta dollar AS untuk merambah bisnis pemesanan tiket dan hotel di kawasan Asia Tenggara. Public Relation Director Traveloka Sufintri Rahayu, mengatakan bahwa “Ekspansi kami ke kawasan Asia Tenggara sebetulnya bukan hanya untuk memperluas bisnis, tetapi juga untuk mendorong turis datang ke Indonesia”. Hal ini selaras dengan program Kementerian Pariwisata dan Budaya yang manargetkan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada tahun 2019 sebanyak 20 juta wisman.
Ketiga, kerjasama traveloka dengan Kementerian Pariwisata. Perusahaan yang didirikan oleh Ferry Unardi, Traveloka melakukan penandatanganan kerjasama resmi dengan Kementerian Pariwisata pada tanggal 15 November 2018 melalui peluncuran program #DiscoverWonderfulIndonesia untuk mencapai target 20 juta wisman di tahun 2019. Penandatanganan program ini, dihadiri oleh Menteri Pariwisata, Arief Yahya yang mengutarakan, “Kami menyadari akan pentingnya peran teknologi digital saat ini, karena itu kami menyambut baik kerja sama dengan Traveloka dengan cara mempromosikan kembali destinasi-destinasi wisata di Indonesia.”
Langkah ini dirasa sangat baik bila melihat jangkauan bisnis traveloka, terutama dukungan dari sisi government akan memudahkan langkah ekspansi secara berkelanjutan ke negara-negara lain, terutama negara-negara yang memiliki kemitraan diplomatik dengan Indonesia. Langkah ini sekaligus menjadi wadah promosi destinasi wisata Indonesia yang cukup efisien mendorong target kunjungan wisman ke Indonesia. Pentingnya kolaborasi pelaku bisnis dengan pemerintah untuk menggapai tujuan bersama di level domestik dan internasional, terutama bagi pelaku bisnis lokal yang memiliki banyak tantangan.
Traveloka menjadi salah satu pedoman untuk para pelaku usaha baru bahwa pertumbuhan bisnis selaras dengan ide dan usaha yang dilakukan, apalagi output kehadiran Traveloka dapat dirasakan hingga pada level individu di masyarakat. Para investor dengan mudah datang dan menanamkan modalnya. Traveloka menjadi salah satu perusahaan lokal dengan predikat unicorn, yaitu perusahaan dengan nilai valuasi lebih dari 1 milliar dollar AS. Sangat mungkin, di masa depan, suntikan dana segar akan terus mengalir pada traveloka bila ekspansi bisnis di kawasan Asia Tenggara berhasil. Jika diamati lebih serius, ambisi besar Traveloka sudah tampak saat menjadi sponsor media dan penyiaran Piala Dunia 2018 lalu. Itu menjadikan traveloka, satu-satu nya perusahaan teknologi yang melakukan kerjasama dengan FMA (Futbal Momentum Asia), pemegang lisensi eksklusif teritorial Piala Dunia FIFA 2018 di Indonesia dengan harapan mampu mendorong transaksi perjalanan ke luar negeri, yang tidak sebatas regional Asia Tenggara. Jumlah penduduk di kawasan Asia Tenggara yang mencapai 620 juta merupakan potensi pasar travel online yang sungguh menggiurkan. Google dan Temasek Holding memprediksi pasar travel online di Asia Tenggara akan bertumbuh cepat, dari 26,6 milliar dollar AS pada tahun 2017, menuju 76,6 milliar dollar AS pada tahun 2025. Bukanlah tidak mungkin, Traveloka akan mendapat suntikan modal serta keuntungan besar melihat prediksi tersebut.

Thursday, December 6, 2018

Pengembangan  Pariwisata  Provinsi  Papua  Barat  melalui  Hubungan Sister Province
Oleh Lashown Toga
            Papua Barat merupakan provinsi yang cukup muda di Indonesia, serta letak geografis di timur Indonesia, tepat nya di pulau Papua, yang tentu nya banyak potensi pariwisata yang menarik turis intra maupun mancanegara karena kondisi alam yang masih alami. Pembahasan provinsi ini akan menjadi semakin menarik di dalam konteks pengembangan pariwisata melalui hubungan 'sister province'.
            Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi alam di Papua Barat, banyak belum disentuh oleh tangan-tangan jahat manusia sehingga keindahan alam masih terjaga dan alami. Di antara beberapa tempat wisata di Papua Barat, ada satu destinasi wisata yang sangat popular dan menjadi icon wisat dari Papua Barat yaitu Raja Ampat.
            Kabupaten Raja Ampat menawarkan destinasi wisata gugusan pulau-pulau yang terbentang di mana kekayaan terumbu karang serta berbagai jenis ikan terdapat di bawah lautan. Raja Ampat merupakan salah satu dari 10 tempat menyelam terbaik yang dimiliki dunia. Bahkan, diakui sebagai perairan nomor satu di dunia yang memiliki flora fauna terlengkap di dunia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Raja Ampat memiliki hampir 75% terumbu karang yang ada di seluruh dunia. Selain itu, perairan Raja Ampat adalah tempat tinggal dari 1000 lebih jenis ikan karang dan 700 jenis Moluska. Kesimpulan penelitian itu adalah tak satupun perairan dunia yang memiliki kondisi ini selain Raja Ampat.[1]
            Fakta di atas menunjukkan bagaimana keindahan wisata yang ditawarkan oleh Raja Ampat untuk menarik wisatawan maupun investor untuk mengembangkan wisata ini terutama melalui opsi hubungan sister province.
            O’Toole (2001) mendefinisakan sister city/province sebagai bentuk kerja sama yang disepakati secara resmi antara dua negara yang berbasis luas. Definisi yang lebih khusus digunakan oleh Villers (2005), sister city/province yaitu kerjasama strategis jangka panjang antara masyarakat di berbagai kota atau kota-kota di mana kota mereka menjadi pemeran utama. Secara resmi artinya hubungan sister city harus disetujui otoritas lokal yang mendukung kegiatan masyarakat (SCI, 2003)[2].
Adapun beberapa bidang yang menjadi bidang kerjasama Sister City antara lain :
1.     Ekonomi, Perdagangan, Investasi, Industri, dan Pariwisata
2.     lmu Pengetahuan, Teknologi, dan Administrasi
3.     Pendidikan, Kebudayaan, Kesejahteraan Sosial, Pemuda dan Olahraga
4.     Bidang-bidang lain yang kemudian akan disetujui oleh kedua belah pihak
           
            Hubungan sister province/city sudah lazim dilakukan pada masa sekarang, dikarenakan memberikan banyak kesempatan serta keuntungan bagi pemerintah daerah (sub state actor). Terutama di Indonesia sendiri, diatur dalam  UU  No  37  Tahun  1999  tentang  Hubungan  Luar  Negeri,  UU  Nomor  24  Tahun  2000 tentang  Perjanjian  Internasional,  dan  UU  Nomor  23  Tahun  2014  mengenai  Pemerintahan Daerah  (sebelumnya  UU  Nomor  32  Tahun  2004  tentang  Pemerintahan  Daerah).  Sedangkan mekanisme  pelaksanaan  kerjasama  diatur  tidak  secara  detail dalam  Undang-undang  Nomor 37  Tahun  1999  tentang  Hubungan  Luar  Negeri,  Undang-undang  Nomor  24  Tahun  2000 tentang   Perjanjian   Internasional,   dan   Undang-undang   Nomor   23   Tahun   2014   tentang Pemerintahan   Daerah   (sebelumnya   Undang-undang   Nomor   32   Tahun   2004   tentang Pemerintahan Daerah).[3]
            Fakta menarik ditemukan capeg bahwa hingga saat makalah ini disusun, Provinsi Papua Barat belum pernah menjalin hubungan sister Province, meskipun beberapa kota/kabupaten di Papua Barat sudah terlebih dahulu menjalan hubungan sister city, yaitu Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong berdasarkan temuan capeg. Temuan hubungan sister city itupun belum dapat dikonfirmasi secara valid dikarenakan sumber informasi berasal dari halaman wikipedia dan keterbatasan data yang dapat diperoleh oleh capeg.
            Secara nasional, indeks daya saing pariwisata Indonesia menurut World Economy Forum (WEF) juga menunjukkan perkembangan menggembirakan. Data WEF menyebutkan peringkat Indonesia naik 8 poin dari 50 di tahun 2015, ke peringkat 42 pada tahun 2017.[4] Sumbangan devisa dari sektor pariwisata meningkat dari USD 12,2 miliar pada tahun 2015, menjadi USD13,6 miliar di 2016 dan naik lagi menjadi USD 15 miliar pada tahun 2017. Pada tahun 2018 ini ditargetkan meraup devisa USD 17 miliar dan USD20 miliar di tahun 2020. Adanya trend positif di sektor pariwisata Indonesia merupakan momen yang baik untuk dimanfaatkan setiap Provinsi guna memperkenalkan wisata di setiap daerah.
            Sektor pariwisata yang meningkat sebagai bentuk kepercayaan wisatawan untuk berwisata di Indonesia. Ada beberapa hal yang menjadi faktor tempat wisata dikatakan baik. Menurut  Yoeti  dalam  bukunya Pengantar  Ilmu  Pariwisata  mengatakan:  “Prasarana  kepariwisataan adalah  semua  fasilitas  yang  memungkinkan  agar  sarana  kepariwisataan  dapat  hidup dan berkembang sehingga dapat memberikan  pelayanan untuk memuaskan kebutuhan wisatawan yang beraneka ragam”. Prasarana pariwisata tersebut antara lain[5] :
  • Perhubungan : jalan raya, rel kereta api, pelabuhan udara dan laut, terminal.
  • Instalasi pembangkit listrik dan instalasi air bersih.
  • Sistem telekomunikasi, meliputi telepon, telegraf, radio, televise, kantor pos
  • Pelayanan kesehatan meliputi puskesmas maupun rumah sakit.
  • Pelayanan  keamanan  meliputi  pos  satpam  penjaga  obyek  wisata  maupun  pos-pos polisi  untuk menjaga keamanan di sekitar obyek wisata.
  • Pelayanan wistawan berupa pusat informasi ataupun kantor pemandu wisata.
  • Pom bensin

     Sarana  kepariwisataan  adalah  perusahaan-perusahaan  yang  memberikan  pelayanan kepada  wisatawan,  baik  secara  langsung  maupun  tidak  langsung  dan  hidup  serta kehidupannya  tergantung  pada  kedatangan  wisatawan.  Sarana kepariwisataan tersebut adalah[6] :
  • Perusahaan akomodasi : hotel, losmen, bungalow.
  • Perusahaan  transportasi  :  pengangkutan  udara,  laut  atau  kereta  api  dan  bus-bus yang melayani khusus pariwisata saja.
  • Rumah makan, restaurant, depot atau warung-warung yang berada di sekitar obyek wisata dan memang mencari mata pencaharian berdasarkan pengunjung dari obyek wisata tersebut.
  • Toko-toko  penjual  cinderamata  khas  dari  obyek  wisata  tersebut  yang  notabene mendapat  penghasilan  hanya  dari  penjualan  barang-barang  cinderamata  khas obyek tersebut dll

            Namun, menurut data The Conversation, kondisi kabupaten Raja Ampat masih terdapat 20,5% dari 46.600 penduduk pada tahun 2016 yang hidup di bawah garis kemiskinan dan memiliki akses rendah terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan pasar. Data memperlihatkan pada tahun 2015, penduduk Raja Ampat per orang rata-rata mengeluarkan Rp849.715 per bulan untuk makanan dan non makanan. Angka ini 28,8% lebih tinggi ketimbang angka rata-rata nasional untuk perdesaan (Rp 659.414) karena biaya hidup di Raja Ampat sangat tinggi.[7] Banyak faktor sarana dan prasarana yang belum terpenuhi sehingga terdapat permasalahan kemiskinan masih menjerat kabupaten Raja Ampat.
            Di sisi perhotelan, sebagai gambaran kunjungan wisatawan di Papua Barat, berdasarkan data BPS Provinsi Papua Barat, jumlah  tamu gabungan (asing  dan  dalam negeri) yang  datang  dan  menginap  di  Provinsi  Papua  Barat pada tahun 2017 mencapai 154.009 orang. Jumlah ini mengalami penurunan 34.730 orang tamu atau 18,40 persen  bila  dibandingkan  dengan keadaan  pada tahun 2016 yang mencapai 188.739 orang[8]. Trend yang menurun menandakan berkurang nya daya tarik wisata di Papua Barat, termasuk Raja Ampat. Berkurangnya daya tarik, erat hubungannya dengan sarana dan prasarana  yang masih minim sehingga mendorong kenaikan harga maupun biaya wisata di Papua Barat.
            Dengan begitu, capeg melihat peluang Provinsi Papua Barat untuk menjajaki hubungan Sister Province guna mengembangkan pariwisata khususnya Raja Ampat, guna mengatasi maupun mengurangi masalah-masalah yang dihadapi.
            Pada tahun 2013, adanya upaya hubungan yang sudah mulai dibentuk oleh Provinsi Papua Barat dengan Provinsi Akita, Jepang. Adanya pertemuan antara Mejelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat sebagai  lembaga representasi  kultural masyarakat asli Papua, dan Gubernur Provinsi Akita, Jepang, Norihisa Satake   di Hotel Sari PanPasifik pada tanggal 15 Mei 2013.[9]
            Gubernur Norihisa Satake memperkenalkan Provinsi Akita memiliki bidang unggulan dalam pembangunan  di wilayahnya adalah pariwisata, pertanian, pertambangan,  industri mobil dan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Pertemuan tersebut juga, Gubernur Norihisa Satake mengutarakan kesediaan Provinsi Akita untuk membantu pembangunan pertanian, pariwisata, dan pengembangan SDM di Papua barat.[10] Ketertarikan Provinsi Akita terhadap hubungan ini dilandasi oleh faktor historis yaitu pengumpulan dan pengembalian tulang-belulang dari prajurit Jepang khususnya Provinsi Akita yang gugur dalam Perang Pasifik atau Perang Dunia II  di Papua Barat. Termasuk situs sejarah di  Pulau Mapia yang menjadi basis 200 prajurit Jepang asal Akita yang gugur di sana.[11] Gubernur Norihisa Satake persahabatan dan kerja sama antar Provinsi Akita dan Papua Barat, memang dibutuhkan kesepakatan berbentuk Sister City (Kota Kembar)/ Sister Province.
            Salah satu pembelajaran  yang dapat dijadikan acuan adalah Sister City antara Yogyakarta dan Kyoto, yang juga bagian dari Jepang, merupakan contoh kerjasama yang berjalan dengan baik. Daerah Yogyakarta sebagai yang memiliki banyak situs sejarah bergeser menjadi kota wisata. Prof. Dr. Yoshifumi Muneta dalam Tourism Heritage Seminar 2016 menjelaskan bagi kota wisata bersejarah, termasuk Yogyakarta, menyeimbangkan pengaruh industri pariwisata dengan strategi pembangunan yang berkelanjutan menjadi tantangan bagi masyarakat serta pemerintah. Konsentrasi turis dan pembangunan industri pariwisata di kota bersejarah berpotensi membawa berbagai permasalahan terhadap kelestarian situs-situs yang menjadi aset budaya dan sejarah.[12]
            Kepala Pusat Studi Pariwisata UGM, Dr. Ir. Djoko Wijono, M.Arch., menyambut baik penyampaian Yoshifumi untuk menjadikan pelajaran bagi pembuatan kebijakan pembangunan pariwisata di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Kyoto dan Yogyakarta sebagai sister city diharapkan dapat terus menjalin hubungan yang baik dan bekerja sama.[13]
            Keberhasilan sister city antara Kyoto dan Yogyakarta, menjadi komparasi yang cukup baik untuk Provinsi Papua Barat untuk melakukan hubungan sister province dengan Provinsi Akita, yang sama-sama merupakan provinsi di Jepang. Di luar itu, Jepang merupakan negara yang terdiri dari kumpulan pulau layaknya Indonesia, yang memiliki karakteristik serupa. Selain itu, hubungan diplomatik Indonesia dan Jepang sudah berusia 60 tahun pada tahun 2018. Lamanya usia hubungan diplomatik yang dimulai tanggal 20 Januari 1958 adalah bentuk hubungan diplomatik yang dijaga dengan baik dan adanya rasa kepercayaan. Capeg melihat ini adalah modal penting guna menjalin hubungan pada tingkat sub-state / Pemerintah Daerah di masa sekarang maupun di masa akan datang untuk kedua negara, termasuk mendorong  hubungan sister province Papua Barat untuk pertama kali.  
            Jika melihat sisi lain dari negara Jepang sebagai mitra diplomatik negara Indonesia, secara umum terjadi peningkatan jumlah wisatawan ke Jepang dari periode tahun 2013 hingga tahun 2017 yang cukup signifikan. Kunjungan wisatawan ke Jepang naik hampir dua kali lipat. Dari 10 juta turis tahun 2013, melonjak hampir 20 juta di 2017. Angka ini cukup fantanstis sebab proyeksi kunjungan 20 juta turis ini diprediksi akan tercapai pada tahun 2023, namun terjadi 5 tahun lebih cepat.[14] Ini menunjukkan negara Jepang berhasil dalam pengelolaan pariwisata yang mereka miliki.
            Dengan demikian, dapat dinilai bahwa tidak adanya hubungan sister province yang dimiliki Provinsi Papua Barat merupakan sebuah permalasahan dalam konteks kekayaan hubungan/relasi yang dimiliki. Adanya potensi yang luar biasa dari wisata alam Papua Barat, yaitu Raja Ampat belum dapat dikembangkan dan dieksploitasi dari berbagai sektor. Adanya kesempatan yang dijamin oleh undang-undang untuk melakukan kerjasama luar negeri belum dapat dimanfaatkan oleh Provinsi Papua Barat. Hadirnya Bank Indonesia Provinsi Papua Barat sebagai strategic advisor diharapkan mengambil peran yang penting untuk mendorong dan mengusahakan terjadi hubungan sister province untuk pertama kali bagi Provinsi Papua Barat.


[1] Indonesia Kaya,   Jelajah Indonesia : Surga bawah laut dunia adalah Raja Ampat  diakses melalui https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/surga-bawah-laut-dunia-adalah-raja-ampat pada tanggal 4 November 2018
[2] R. Ananda. 2006,  Gambaran Kerjasama Indonesia-Thailand, diakses melalui repository.unpas.ac.id/11650/4/BAB%20II.docx pada tanggal 5 November 2018 

[3] Kuswantoro, 2016, Hubungan dan Kerjasama Pemerintahan Daerah. Jurnal Hukum POSITUM, 01, 66.
[4] Saiful Munir, 2018, Empat Tahun Jokowi-JK : Pariwisata Indonesia Peringkat Sembilan Dunia diakses melalui  https://ekbis.sindonews.com/read/1348763/34/empat-tahun-jokowi-jk-pariwisata-indonesia-peringkat-sembilan-dunia-1540355935 pada tanggal 4 November 2018
[5] Yoeti, 1983, Pengatar Ilmu Pariwisata, hal. 183
[6] ibid. hal. 184-186
[7] The Conversation, 2016, Behind the beauty of Indonesia Raja Ampat Islands Lie Poverty and Neglect,  diakses melalui https://theconversation.com/behind-the-beauty-of-indonesias-raja-ampat-islands-lie-poverty-and-neglect-67164 pada tanggal 7 November 2018
[8] BPS Provinsi Papua Barat, 2017, Tingkat Penghunian Kamar Hotel Provinsi Papua Barat 2017/2018
[9] Berita Satu. 2013. MRP Papua Barat Jalin Persahabatan dengan Akita Jepang, diakses melalui http://sp.beritasatu.com/home/mrp-papua-barat-jalin-persahabatan-dengan-akita-jepang/35607 pada tanggal 10 November 2018
[10] ibid
[11] ibid
[12] Gloria, 2016, Belajar dari Kyoto dalam Membangun Industri Pariwisata Berbudaya, diakses melalui https://ugm.ac.id/id/berita/11002-belajar.dari.kyoto.dalam.membangun.industri.pariwisata.berbudaya pada tanggal 10 November 2018
[13] ibid
[14] Dwi Murdaningsih, 2017, Arief Yahya Contoh Cara Jepang Gandakan Kunjungan Wisata, diakses melalui https://republika.co.id/berita/gaya-hidup/travelling/17/04/01/onpnpw368-arief-yahya-contoh-cara-jepang-gandakan-kunjungan-wisata pada tanggal 10 November 2018

Lomba Blog WBCD2020_ Work From Home : Antara Confucius dan Cicero?_LT_Mw

Work From Home : Antara Confucius dan Cicero? Seperti judul beberapa buku lain yang sangat baik, yaitu “Antara kabut dan ...