Thursday, December 6, 2018

Pengembangan  Pariwisata  Provinsi  Papua  Barat  melalui  Hubungan Sister Province
Oleh Lashown Toga
            Papua Barat merupakan provinsi yang cukup muda di Indonesia, serta letak geografis di timur Indonesia, tepat nya di pulau Papua, yang tentu nya banyak potensi pariwisata yang menarik turis intra maupun mancanegara karena kondisi alam yang masih alami. Pembahasan provinsi ini akan menjadi semakin menarik di dalam konteks pengembangan pariwisata melalui hubungan 'sister province'.
            Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi alam di Papua Barat, banyak belum disentuh oleh tangan-tangan jahat manusia sehingga keindahan alam masih terjaga dan alami. Di antara beberapa tempat wisata di Papua Barat, ada satu destinasi wisata yang sangat popular dan menjadi icon wisat dari Papua Barat yaitu Raja Ampat.
            Kabupaten Raja Ampat menawarkan destinasi wisata gugusan pulau-pulau yang terbentang di mana kekayaan terumbu karang serta berbagai jenis ikan terdapat di bawah lautan. Raja Ampat merupakan salah satu dari 10 tempat menyelam terbaik yang dimiliki dunia. Bahkan, diakui sebagai perairan nomor satu di dunia yang memiliki flora fauna terlengkap di dunia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Raja Ampat memiliki hampir 75% terumbu karang yang ada di seluruh dunia. Selain itu, perairan Raja Ampat adalah tempat tinggal dari 1000 lebih jenis ikan karang dan 700 jenis Moluska. Kesimpulan penelitian itu adalah tak satupun perairan dunia yang memiliki kondisi ini selain Raja Ampat.[1]
            Fakta di atas menunjukkan bagaimana keindahan wisata yang ditawarkan oleh Raja Ampat untuk menarik wisatawan maupun investor untuk mengembangkan wisata ini terutama melalui opsi hubungan sister province.
            O’Toole (2001) mendefinisakan sister city/province sebagai bentuk kerja sama yang disepakati secara resmi antara dua negara yang berbasis luas. Definisi yang lebih khusus digunakan oleh Villers (2005), sister city/province yaitu kerjasama strategis jangka panjang antara masyarakat di berbagai kota atau kota-kota di mana kota mereka menjadi pemeran utama. Secara resmi artinya hubungan sister city harus disetujui otoritas lokal yang mendukung kegiatan masyarakat (SCI, 2003)[2].
Adapun beberapa bidang yang menjadi bidang kerjasama Sister City antara lain :
1.     Ekonomi, Perdagangan, Investasi, Industri, dan Pariwisata
2.     lmu Pengetahuan, Teknologi, dan Administrasi
3.     Pendidikan, Kebudayaan, Kesejahteraan Sosial, Pemuda dan Olahraga
4.     Bidang-bidang lain yang kemudian akan disetujui oleh kedua belah pihak
           
            Hubungan sister province/city sudah lazim dilakukan pada masa sekarang, dikarenakan memberikan banyak kesempatan serta keuntungan bagi pemerintah daerah (sub state actor). Terutama di Indonesia sendiri, diatur dalam  UU  No  37  Tahun  1999  tentang  Hubungan  Luar  Negeri,  UU  Nomor  24  Tahun  2000 tentang  Perjanjian  Internasional,  dan  UU  Nomor  23  Tahun  2014  mengenai  Pemerintahan Daerah  (sebelumnya  UU  Nomor  32  Tahun  2004  tentang  Pemerintahan  Daerah).  Sedangkan mekanisme  pelaksanaan  kerjasama  diatur  tidak  secara  detail dalam  Undang-undang  Nomor 37  Tahun  1999  tentang  Hubungan  Luar  Negeri,  Undang-undang  Nomor  24  Tahun  2000 tentang   Perjanjian   Internasional,   dan   Undang-undang   Nomor   23   Tahun   2014   tentang Pemerintahan   Daerah   (sebelumnya   Undang-undang   Nomor   32   Tahun   2004   tentang Pemerintahan Daerah).[3]
            Fakta menarik ditemukan capeg bahwa hingga saat makalah ini disusun, Provinsi Papua Barat belum pernah menjalin hubungan sister Province, meskipun beberapa kota/kabupaten di Papua Barat sudah terlebih dahulu menjalan hubungan sister city, yaitu Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong berdasarkan temuan capeg. Temuan hubungan sister city itupun belum dapat dikonfirmasi secara valid dikarenakan sumber informasi berasal dari halaman wikipedia dan keterbatasan data yang dapat diperoleh oleh capeg.
            Secara nasional, indeks daya saing pariwisata Indonesia menurut World Economy Forum (WEF) juga menunjukkan perkembangan menggembirakan. Data WEF menyebutkan peringkat Indonesia naik 8 poin dari 50 di tahun 2015, ke peringkat 42 pada tahun 2017.[4] Sumbangan devisa dari sektor pariwisata meningkat dari USD 12,2 miliar pada tahun 2015, menjadi USD13,6 miliar di 2016 dan naik lagi menjadi USD 15 miliar pada tahun 2017. Pada tahun 2018 ini ditargetkan meraup devisa USD 17 miliar dan USD20 miliar di tahun 2020. Adanya trend positif di sektor pariwisata Indonesia merupakan momen yang baik untuk dimanfaatkan setiap Provinsi guna memperkenalkan wisata di setiap daerah.
            Sektor pariwisata yang meningkat sebagai bentuk kepercayaan wisatawan untuk berwisata di Indonesia. Ada beberapa hal yang menjadi faktor tempat wisata dikatakan baik. Menurut  Yoeti  dalam  bukunya Pengantar  Ilmu  Pariwisata  mengatakan:  “Prasarana  kepariwisataan adalah  semua  fasilitas  yang  memungkinkan  agar  sarana  kepariwisataan  dapat  hidup dan berkembang sehingga dapat memberikan  pelayanan untuk memuaskan kebutuhan wisatawan yang beraneka ragam”. Prasarana pariwisata tersebut antara lain[5] :
  • Perhubungan : jalan raya, rel kereta api, pelabuhan udara dan laut, terminal.
  • Instalasi pembangkit listrik dan instalasi air bersih.
  • Sistem telekomunikasi, meliputi telepon, telegraf, radio, televise, kantor pos
  • Pelayanan kesehatan meliputi puskesmas maupun rumah sakit.
  • Pelayanan  keamanan  meliputi  pos  satpam  penjaga  obyek  wisata  maupun  pos-pos polisi  untuk menjaga keamanan di sekitar obyek wisata.
  • Pelayanan wistawan berupa pusat informasi ataupun kantor pemandu wisata.
  • Pom bensin

     Sarana  kepariwisataan  adalah  perusahaan-perusahaan  yang  memberikan  pelayanan kepada  wisatawan,  baik  secara  langsung  maupun  tidak  langsung  dan  hidup  serta kehidupannya  tergantung  pada  kedatangan  wisatawan.  Sarana kepariwisataan tersebut adalah[6] :
  • Perusahaan akomodasi : hotel, losmen, bungalow.
  • Perusahaan  transportasi  :  pengangkutan  udara,  laut  atau  kereta  api  dan  bus-bus yang melayani khusus pariwisata saja.
  • Rumah makan, restaurant, depot atau warung-warung yang berada di sekitar obyek wisata dan memang mencari mata pencaharian berdasarkan pengunjung dari obyek wisata tersebut.
  • Toko-toko  penjual  cinderamata  khas  dari  obyek  wisata  tersebut  yang  notabene mendapat  penghasilan  hanya  dari  penjualan  barang-barang  cinderamata  khas obyek tersebut dll

            Namun, menurut data The Conversation, kondisi kabupaten Raja Ampat masih terdapat 20,5% dari 46.600 penduduk pada tahun 2016 yang hidup di bawah garis kemiskinan dan memiliki akses rendah terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan pasar. Data memperlihatkan pada tahun 2015, penduduk Raja Ampat per orang rata-rata mengeluarkan Rp849.715 per bulan untuk makanan dan non makanan. Angka ini 28,8% lebih tinggi ketimbang angka rata-rata nasional untuk perdesaan (Rp 659.414) karena biaya hidup di Raja Ampat sangat tinggi.[7] Banyak faktor sarana dan prasarana yang belum terpenuhi sehingga terdapat permasalahan kemiskinan masih menjerat kabupaten Raja Ampat.
            Di sisi perhotelan, sebagai gambaran kunjungan wisatawan di Papua Barat, berdasarkan data BPS Provinsi Papua Barat, jumlah  tamu gabungan (asing  dan  dalam negeri) yang  datang  dan  menginap  di  Provinsi  Papua  Barat pada tahun 2017 mencapai 154.009 orang. Jumlah ini mengalami penurunan 34.730 orang tamu atau 18,40 persen  bila  dibandingkan  dengan keadaan  pada tahun 2016 yang mencapai 188.739 orang[8]. Trend yang menurun menandakan berkurang nya daya tarik wisata di Papua Barat, termasuk Raja Ampat. Berkurangnya daya tarik, erat hubungannya dengan sarana dan prasarana  yang masih minim sehingga mendorong kenaikan harga maupun biaya wisata di Papua Barat.
            Dengan begitu, capeg melihat peluang Provinsi Papua Barat untuk menjajaki hubungan Sister Province guna mengembangkan pariwisata khususnya Raja Ampat, guna mengatasi maupun mengurangi masalah-masalah yang dihadapi.
            Pada tahun 2013, adanya upaya hubungan yang sudah mulai dibentuk oleh Provinsi Papua Barat dengan Provinsi Akita, Jepang. Adanya pertemuan antara Mejelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat sebagai  lembaga representasi  kultural masyarakat asli Papua, dan Gubernur Provinsi Akita, Jepang, Norihisa Satake   di Hotel Sari PanPasifik pada tanggal 15 Mei 2013.[9]
            Gubernur Norihisa Satake memperkenalkan Provinsi Akita memiliki bidang unggulan dalam pembangunan  di wilayahnya adalah pariwisata, pertanian, pertambangan,  industri mobil dan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Pertemuan tersebut juga, Gubernur Norihisa Satake mengutarakan kesediaan Provinsi Akita untuk membantu pembangunan pertanian, pariwisata, dan pengembangan SDM di Papua barat.[10] Ketertarikan Provinsi Akita terhadap hubungan ini dilandasi oleh faktor historis yaitu pengumpulan dan pengembalian tulang-belulang dari prajurit Jepang khususnya Provinsi Akita yang gugur dalam Perang Pasifik atau Perang Dunia II  di Papua Barat. Termasuk situs sejarah di  Pulau Mapia yang menjadi basis 200 prajurit Jepang asal Akita yang gugur di sana.[11] Gubernur Norihisa Satake persahabatan dan kerja sama antar Provinsi Akita dan Papua Barat, memang dibutuhkan kesepakatan berbentuk Sister City (Kota Kembar)/ Sister Province.
            Salah satu pembelajaran  yang dapat dijadikan acuan adalah Sister City antara Yogyakarta dan Kyoto, yang juga bagian dari Jepang, merupakan contoh kerjasama yang berjalan dengan baik. Daerah Yogyakarta sebagai yang memiliki banyak situs sejarah bergeser menjadi kota wisata. Prof. Dr. Yoshifumi Muneta dalam Tourism Heritage Seminar 2016 menjelaskan bagi kota wisata bersejarah, termasuk Yogyakarta, menyeimbangkan pengaruh industri pariwisata dengan strategi pembangunan yang berkelanjutan menjadi tantangan bagi masyarakat serta pemerintah. Konsentrasi turis dan pembangunan industri pariwisata di kota bersejarah berpotensi membawa berbagai permasalahan terhadap kelestarian situs-situs yang menjadi aset budaya dan sejarah.[12]
            Kepala Pusat Studi Pariwisata UGM, Dr. Ir. Djoko Wijono, M.Arch., menyambut baik penyampaian Yoshifumi untuk menjadikan pelajaran bagi pembuatan kebijakan pembangunan pariwisata di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Kyoto dan Yogyakarta sebagai sister city diharapkan dapat terus menjalin hubungan yang baik dan bekerja sama.[13]
            Keberhasilan sister city antara Kyoto dan Yogyakarta, menjadi komparasi yang cukup baik untuk Provinsi Papua Barat untuk melakukan hubungan sister province dengan Provinsi Akita, yang sama-sama merupakan provinsi di Jepang. Di luar itu, Jepang merupakan negara yang terdiri dari kumpulan pulau layaknya Indonesia, yang memiliki karakteristik serupa. Selain itu, hubungan diplomatik Indonesia dan Jepang sudah berusia 60 tahun pada tahun 2018. Lamanya usia hubungan diplomatik yang dimulai tanggal 20 Januari 1958 adalah bentuk hubungan diplomatik yang dijaga dengan baik dan adanya rasa kepercayaan. Capeg melihat ini adalah modal penting guna menjalin hubungan pada tingkat sub-state / Pemerintah Daerah di masa sekarang maupun di masa akan datang untuk kedua negara, termasuk mendorong  hubungan sister province Papua Barat untuk pertama kali.  
            Jika melihat sisi lain dari negara Jepang sebagai mitra diplomatik negara Indonesia, secara umum terjadi peningkatan jumlah wisatawan ke Jepang dari periode tahun 2013 hingga tahun 2017 yang cukup signifikan. Kunjungan wisatawan ke Jepang naik hampir dua kali lipat. Dari 10 juta turis tahun 2013, melonjak hampir 20 juta di 2017. Angka ini cukup fantanstis sebab proyeksi kunjungan 20 juta turis ini diprediksi akan tercapai pada tahun 2023, namun terjadi 5 tahun lebih cepat.[14] Ini menunjukkan negara Jepang berhasil dalam pengelolaan pariwisata yang mereka miliki.
            Dengan demikian, dapat dinilai bahwa tidak adanya hubungan sister province yang dimiliki Provinsi Papua Barat merupakan sebuah permalasahan dalam konteks kekayaan hubungan/relasi yang dimiliki. Adanya potensi yang luar biasa dari wisata alam Papua Barat, yaitu Raja Ampat belum dapat dikembangkan dan dieksploitasi dari berbagai sektor. Adanya kesempatan yang dijamin oleh undang-undang untuk melakukan kerjasama luar negeri belum dapat dimanfaatkan oleh Provinsi Papua Barat. Hadirnya Bank Indonesia Provinsi Papua Barat sebagai strategic advisor diharapkan mengambil peran yang penting untuk mendorong dan mengusahakan terjadi hubungan sister province untuk pertama kali bagi Provinsi Papua Barat.


[1] Indonesia Kaya,   Jelajah Indonesia : Surga bawah laut dunia adalah Raja Ampat  diakses melalui https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/surga-bawah-laut-dunia-adalah-raja-ampat pada tanggal 4 November 2018
[2] R. Ananda. 2006,  Gambaran Kerjasama Indonesia-Thailand, diakses melalui repository.unpas.ac.id/11650/4/BAB%20II.docx pada tanggal 5 November 2018 

[3] Kuswantoro, 2016, Hubungan dan Kerjasama Pemerintahan Daerah. Jurnal Hukum POSITUM, 01, 66.
[4] Saiful Munir, 2018, Empat Tahun Jokowi-JK : Pariwisata Indonesia Peringkat Sembilan Dunia diakses melalui  https://ekbis.sindonews.com/read/1348763/34/empat-tahun-jokowi-jk-pariwisata-indonesia-peringkat-sembilan-dunia-1540355935 pada tanggal 4 November 2018
[5] Yoeti, 1983, Pengatar Ilmu Pariwisata, hal. 183
[6] ibid. hal. 184-186
[7] The Conversation, 2016, Behind the beauty of Indonesia Raja Ampat Islands Lie Poverty and Neglect,  diakses melalui https://theconversation.com/behind-the-beauty-of-indonesias-raja-ampat-islands-lie-poverty-and-neglect-67164 pada tanggal 7 November 2018
[8] BPS Provinsi Papua Barat, 2017, Tingkat Penghunian Kamar Hotel Provinsi Papua Barat 2017/2018
[9] Berita Satu. 2013. MRP Papua Barat Jalin Persahabatan dengan Akita Jepang, diakses melalui http://sp.beritasatu.com/home/mrp-papua-barat-jalin-persahabatan-dengan-akita-jepang/35607 pada tanggal 10 November 2018
[10] ibid
[11] ibid
[12] Gloria, 2016, Belajar dari Kyoto dalam Membangun Industri Pariwisata Berbudaya, diakses melalui https://ugm.ac.id/id/berita/11002-belajar.dari.kyoto.dalam.membangun.industri.pariwisata.berbudaya pada tanggal 10 November 2018
[13] ibid
[14] Dwi Murdaningsih, 2017, Arief Yahya Contoh Cara Jepang Gandakan Kunjungan Wisata, diakses melalui https://republika.co.id/berita/gaya-hidup/travelling/17/04/01/onpnpw368-arief-yahya-contoh-cara-jepang-gandakan-kunjungan-wisata pada tanggal 10 November 2018

Lomba Blog WBCD2020_ Work From Home : Antara Confucius dan Cicero?_LT_Mw

Work From Home : Antara Confucius dan Cicero? Seperti judul beberapa buku lain yang sangat baik, yaitu “Antara kabut dan ...